As-Sunnah dalam istilah mempunyai beberapa makna (lihat : Mawaqif Ibnu Taimiyah Minal Asy'ariyah I : 3804 oleh Syeikh Abdur-Rahman Al-Mahmud). Dalam tulisan ringkas ini tidak hendak dibahas makna-makna itu. Tetapi hendak menjelaskan istilah "As-Sunnah" atau "Ahlus Sunnah" menurut petunjuk yang sesuai dengan i'tiqad Al-Imam Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan : "..... Dari Abu Sufyan Ats-Tsauri ia berkata :
"Berbuat baiklah terhadap ahlus-sunnah karena mereka itu ghuraba" (Diriwayatkan oleh Al-Lalika'i dalam "Syarhus-Sunnah" No. 49).
Maka yang dimaksudkan sebagai "As-Sunnah" menurut para Imam iaitu : "Thariqah (jalan hidup) Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di mana beliau shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat berada di atasnya. Jalan yang selamat dari syubhat dan syahwat", oleh kerana itulah Al-Fudhail bin Iyadh mengatakan : "Ahlus Sunnah itu orang yang mengetahui apa yang masuk ke dalam perutnya dari (makanan) yang halal". ( lihat : Al-Lalika'i Syarhus Sunnah No. 51 dan Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah 8:1034).
"Berbuat baiklah terhadap ahlus-sunnah karena mereka itu ghuraba" (Diriwayatkan oleh Al-Lalika'i dalam "Syarhus-Sunnah" No. 49).
Maka yang dimaksudkan sebagai "As-Sunnah" menurut para Imam iaitu : "Thariqah (jalan hidup) Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di mana beliau shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat berada di atasnya. Jalan yang selamat dari syubhat dan syahwat", oleh kerana itulah Al-Fudhail bin Iyadh mengatakan : "Ahlus Sunnah itu orang yang mengetahui apa yang masuk ke dalam perutnya dari (makanan) yang halal". ( lihat : Al-Lalika'i Syarhus Sunnah No. 51 dan Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah 8:1034).
Kerana tanpa memakan yang haram termasuk salah satu perkara sunnah yang besar yang pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabat radhiyallahu 'anhum. Kemudian dalam pemahaman kebanyakan Ulama Muta'akhirin dari kalangan Ahli Hadits dan lainnya. As-Sunnah itu ungkapan tentang apa yang selamat dari syubhat-syubhat dalam i'tiqad khususnya dalam masalah-masalah iman kepada Allah, para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, Hari Akhir, begitu juga dalam masalah-masalah Qadar dan Fadhailush-Shahabah (keutamaan shahabat).
Para Ulama itu menyusun beberapa kitab dalam masalah ini dan mereka menamakan karya-karya mereka itu sebagai "As-Sunnah". Menamakan masalah ini dengan "As-Sunnah" karena pentingnya masalah ini dan orang yang menyalahi dalam hal ini berada di dalam kehancuran. Adapun Sunnah yang sempurna adalah thariqah yang selamat dari syubhat dan syahwat. (Kasyful Karriyyah 19-20).
Ahlus Sunnah adalah mereka yang mengikuti sunnah Nabi shallallahu 'alahi wa sallam dan sunnah shahabatnya radhiyallahu 'anhum.
Al-Imam Ibnul Jauzi mengatakan : "..... Tidak diragukan bahwa Ahli Naqli (dalil) dan Atsar pengikut atsar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan atsar para shahabatnya, mereka itu Ahlus Sunnah". (Talbisul Iblis oleh Ibnul Jauzi hal.16 dan lihat Al-Fashlu oleh Ibnu Hazm 2:107).
Kata "Ahlus-Sunnah" mempunyai dua makna :
Mengikuti sunnah-sunnah dan atsar-atsar yang datangnya dari Rasulullah shallallu 'alaihi wa sallam dan para sahabat radhiyallahu 'anhum, menekuninya, memisahkan yang sahih dari yang cacat dan melaksanakan apa yang diwajibkan dari perkataan dan perbuatan dalam masalah aqidah dan ahkam.
Lebih khusus dari makna pertama, iaitu yang dijelaskan oleh sebagian ulama dimana mereka menamakan kitab mereka dengan nama As-Sunnah, seperti Abu Ashim, Al-Imam Ahmad bin Hanbal, Al-Imam Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, Al-Khalal dan lain-lain. Mereka maksudkan (As-Sunnah) itu i'tiqad shahih yang ditetapkan dengan nash dan ijma'.
Kedua makna itu menjelaskan kepada kita bahwa mazhab Ahlus Sunnah itu kelanjutan dari apa yang pernah dilakukan Rasulullah shallallahu 'alaih wa sallam dan para shahabat radhiyallahu 'anhum. Adapun penamaan Ahlus Sunnah adalah sesudah terjadinya fitnah ketika awal munculnya firqah-firqah.
Ibnu Sirin rahimahullah mengatakan : "Mereka (pada mulanya) tidak pernah menanyakan tentang sanad. Ketika terjadi fitnah (para ulama) mengatakan : Tunjukkan (nama-nama) perawimu kepada kami. Kemudian jika dia melihat kepada Ahlus Sunnah maka hadits mereka akan diambil. Dan jika melihat kepada Ahlul Bi'dah maka hadits mereka tidak diambil". (Diriwayatkan oleh Muslim dalam Muqaddimah kitab shahihnya hal.15).
Al-Imam Malik rahimahullah pernah ditanya : "Siapakah Ahlus Sunnah itu ? Beliau menjawab : Ahlus Sunnah itu mereka yang tidak mempunyai laqab (jolokan) yang sudah terkenal yakni bu
kan Jahmi, Qadari, dan bukan pula Rafidhi". (Al-Intiqa fi Fadlailits Tsalatsatil Aimmatil Fuqaha. hal.35 oleh Ibnu Abdil Barr).
Kemudian ketika Jahmiyah mempunyai kekuasaan dan negara, mereka menjadi sumber bencana bagi manusia, mereka mengajak untuk masuk ke aliran Jahmiyah dengan anjuran dan paksaan. Mereka menggangu, menyiksa dan bahkan membunuh orang yang tidak sependapat dengan mereka. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala menlahirkan Al-Imam Ahmad bin Hanbal untuk membela Ahlus Sunnah. Di mana beliau bersabar atas ujian dan bencana yang ditimpakan mereka.
Beliau membantah dan mematahkan hujjah-hujjah mereka, kemudian beliau dianggap dan diumumkan serta memunculkan As-Sunnah dan beliau menghadang di hadapan Ahlul Bid'ah dan Ahlul Kalam. Sehingga, beliau diberi gelar Imam Ahlus Sunnah.
Dari keterangan di atas dapat kita simpulkan bahwa istilah Ahlus Sunnah terkenal di kalangan Ulama Mutaqaddimin (terdahulu) dengan istilah yang berlawanan dengan istilah Ahlul Ahwa' wal Bida' dari kelompok Rafidhah, Jahmiyah, Khawarij, Murji'ah dan lain-lain. Sedangkan Ahlus Sunnah tetap berpegang pada usul (pokok) yang pernah diajarkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan shahabat radhiyallahu 'anhum.
AHLUS SUNNAH WAL-JAMA'AH
Istilah yang digunakan untuk menamakan pengikut mazhab As-Salafus Shalih dalam i'tiqad ialah Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Banyak hadits yang memerintahkan untuk berjama'ah dan melarang berfirqah-firqah dan keluar dari jama'ah. (lihat : Wujubu Luzuumil Jama'ah wa Dzamit Tafarruq. hal. 115-117 oleh Jamal bin Ahmad Badi).
Para ulama berselisih tentang perintah berjama'ah ini dalam beberapa pendapat. (Al-I'tisham 2:260-265).
Jama'ah itu adalah As-Sawadul A'dzam (sekelompok manusia atau kelompok terbesar-pen) dari pemeluk Islam.
Para Imam Mujtahid
Para Shahabat Nabi radhiyallahu 'anhum.
Jama'ahnya kaum muslimin jika bersepakat atas sesuatu perkara.
Jama'ah kaum muslimin jika mengangkat seorang pemerintah.
Pendapat-pendapat di atas kembali kepada dua makna :
Bahawa jama'ah adalah mereka yang bersepakat mengangkat seseorang pemerintah (pemimpin) menurut tuntunan syara', maka wajib melazimi jama'ah ini dan haram menentang jama'ah ini dan pemerintahnya.
Bahawa jama'ah yang Ahlus Sunnah melakukan i'tiba' dan meninggalkan ibtida' (bid'ah) adalah mazhab yang haq yang wajib diikuti dan dijalani menurut manhajnya. Ini adalah makna penafsiran jama'ah dengan Sahabat Ahlul Ilmi wal Hadits, Ijma' atau As-Sawadul A'dzam. (Mauqif Ibni Taimiyah Minal Asya'irah 1 : 17).
Syaikhul Islam mengatakan : "Mereka (para ulama) menamakan Ahlul Jama'ah karena jama'ah itu adalah ijtima' (berkumpul) dan lawannya firqah. Meskipun lafaz jama'ah telah menjadi satu nama untuk orang-orang yang berkelompok. Sedangkan ijma' merupakan pokok ketiga yang menjadi sandaran ilmu dan dien. Dan mereka (para ulama) mengukur semua perkataan dan pebuatan manusia zahir mahupun batin yang ada hubungannya dengan dien dengan ketiga pokok ini (Al-Qur'an, Sunnah dan Ijma'). (Majmu al-Fatawa 3:175).
Istilah Ahlus Sunnah wal Jama'ah mempunyai istilah yang sama dengan Ahlus Sunnah. Dan secara umum para ulama menggunakan istilah ini sebagai pembanding kepada Ahlul Ahwa' wal Bida'. Contohnya : Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhum mengatakan tentang tafsir firman Allah Ta'ala :
"Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri dan adapula muka yang muram". (Ali-Imran : 105).
"Adapun orang-orang yang mukanya putih berseri adalah Ahlus Sunnah wal Jama'ah sedangkan orang-orang yang mukanya hitam muram adalah Ahlul Ahwa' wa Dhalalah". (Diriwayatkan oleh Al-Lalika'i 1:72 dan Ibnu Baththah dalam Asy-Syarah wal Ibanah 137. As-Suyuthi menisbahkan kepada Al-Khatib dalam tarikhnya dan Ibni Abi Hatim dalam Ad-Durrul Mantsur 2:63).
Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : "Jika sampai (khabar) kepadamu tentang seseorang di arah timur ada pendukung sunnah dan yang lainnya di arah barat maka kirimkanlah salam kepadanya dan do'akanlah mereka. Alangkah sedikitnya Ahlus Sunnah wal Jama'ah". (Diriwayatkan oleh Al-Lalika'i dalam Syarhus Sunnah 1:64 dan Ibnul Jauzi dalam Talbisul Iblis hal.9).
Jadi kita dapat menyimpulkan bahwa Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah firqah yang berada di antara firqah-firqah yang ada, seperti juga kaum muslimin berada di tengah-tengah milah-milah lain. Penisbatan kepadanya, penamaan dengannya dan penggunaan nama ini menunjukkan atas luasnya i'tiqad dan manhaj.
Nama Ahlus Sunnah merupakan perkara yang baik dan boleh serta telah digunakan oleh para Ulama Salaf. Diantara yang paling banyak menggunakan istilah ini ialah Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.
Penjelasan dan Penambahan Ustaz Emran :
Pemahaman makna Ahlul sunnah ini ialah satu keperluan penting dalam perkara keagamaan bagi seorang muslim.
Sudah ditetapkan bahawa Al-Qur’an dan sunnah itu ialah satu ikutan asas dan utama maka hendaklah pula umat Islam menyedari bahawa Ahlul sunnah itu meluas dan tidak hanya pada hal aqidah semata sebaliknya pada manhaj kehidupan, dakwah, jihad dan muamalah berdasarkan ahlul sunnah dan menjauhi bid’ah dan kemungkaran yang bercanggah dengan sunnah.
" Wahai orang-orang yang beriman taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada rasul.." (An-Nisa :50).
Ketaatan kepada rasul itu ialah beriman dengan sunnahnya apa yang sahih dari riwayat dan khabar tentang sunnah baginda yang sampai kepada kita. Perihal ini menyebabkan kita menjadikan sunnah rasulullah sebagai manhaj dalam kehidupan dan panduan serta jalan seperti yang disebut dalam riwayat Abu Hurairah dengan sabdanya :
“ Setiap Umatku akan masuk syurga melainkan mereka yang engkar, maka sahabat bertanya, siapakah yang engkar itu wahai rasulullah ? Siapa yang mentaati aku maka dia akan masuk syurga dan siapa yang menderhakai aku maka dialah golongan yang engkar.” (Hadith Sahih riwayat Bukhari no. 728).
Mengikuti rasulullah itu apakah dalam hal remeh seperti pakaian dan amalan kecil seperti bersugi sahaja ? Jawapannya bahkan tidak tetapi sunnah itu mencakupi seluruh aspek kehidupan Islam dari perihal aqidah dan iktiqad, ibadah dan solat seperti riwayat Malik bin Humairis ra menyebut bahawa baginda Rasulullah Salallahulaihiwasalam pernah bersabda :
“ Solatlah kamu seperti mana kamu melihat aku bersolat” (Hadith Sahih, riwayat Bukhari no. 631 dan Ahmad no. 53 Jilid 5 ).
Muamalah, perilaku dan akhlak, persoalan dakwah dan perjuangan serta jihad maka semuanya haruslah disandarkan dan diikut sunnah dan menjadikan sunnah rasulullah dan para sahabatnya serta golongan salaf soleh sebagai ikutan dan teladan maka inilah yang menjadi ruang lingkup sunnah sebagai suatu yang syumul.
Menyalahi sunnah bererti membawa kehancuran dan kerosakan dan menambah-nambah ajaran Islam atau mereka cipta jalan baru dalam dakwah dan perjuangan ialah bid’ah yang mencemar dan merosakkan Islam selain memecah-belahkan umat Islam. “ Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu urusan baru dalam agama kami sedang ia bukan dari kami maka sesungguhnya ianya ditolak.” (Hadith sahih disepakati Bukhari 156 Jilid 8 & Muslim no.4467) .
Muamalah, perilaku dan akhlak, persoalan dakwah dan perjuangan serta jihad maka semuanya haruslah disandarkan dan diikut sunnah dan menjadikan sunnah rasulullah dan para sahabatnya serta golongan salaf soleh sebagai ikutan dan teladan maka inilah yang menjadi ruang lingkup sunnah sebagai suatu yang syumul.
Menyalahi sunnah bererti membawa kehancuran dan kerosakan dan menambah-nambah ajaran Islam atau mereka cipta jalan baru dalam dakwah dan perjuangan ialah bid’ah yang mencemar dan merosakkan Islam selain memecah-belahkan umat Islam. “ Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu urusan baru dalam agama kami sedang ia bukan dari kami maka sesungguhnya ianya ditolak.” (Hadith sahih disepakati Bukhari 156 Jilid 8 & Muslim no.4467) .
Menyakini Islam dan sunnah rasulullah itu sudah mencakupi segala aspek dan perlu bersih dari penambahan dan bid’ah ialah satu kewajipan dan tanda bukti keimanan kepada Allah dan rasul.
“ Dan diturunkan kepada kamu kitab (Al-Qur’an) yang menerangkan segala-galanya” (Surah An-Nahl : 89).
“ Tidaklah kami tertinggalkan sesuatu perkara pun dalam kitab melainkan telah kami terangkan segalanya” (Surah Al-An’am : 38).
Bahkan hal ini wajib iaitu mempercayai telah sempurna dakwah baginda rasulullah dan telah tertunai amanah Allah kepada baginda untuk menyampaikan ilmunya seperti yang sahih dari dalam riwayat Abu Dzar ra berkata : Rasulullah salallahualaihiwasalam bersabda : “Tidaklah tertinggal sesuatu yang dapat mendekatkan ke Syurga dan menjauhkan dari Neraka kecuali telah diterangkan pada kalian.” Juga disebut oleh Abu Zar ra akan katanya “ Rasulullah meninggalkan kami dalam keadaan tidak ada seekor burung pun yang mengepak-ngepakkan kedua sayapnya di udara kecuali beliau menyebutkan ilmunya pada kami.” (Hadith Sahih riwayat Thabrani dalam Mu’jamul Kabir, lihat As Sahihah oleh Syeikh Albani ra 416 Jilid 4 dan hadith ini memiliki pendukung dari riwayat lain).
Oleh yang demikian maka golongan yang menolak sunnah rasulullah tidak lain hanyalah mereka yang mencari nahas dunia dan akhirat dan berada dalam kesesatan yang akan mencelakakan mereka dunia akhirat seperti disebut dalam hadith baginda dari riwayat Abdullah ibn Mas’ud bahawa baginda salallahualaihiwasalam pernah bersabda yang bermaksud “ Aku bersama kamu di telaga Al-Hau’d ketika para malaikat menghambat sekumpulan dari umat aku dan aku mengenali mereka dari ummat aku, maka aku berkata kepada tuhan (Allah) Wahai tuhan mereka umatku, maka dijawab Sesungguhnya engkau tidak mengetahui apa yang telah mereka perbuat selepas kematianmu (yakni mereka telah menyeleweng, berbuat bid;ah). (Hadith Sahih disepakati Bukhari no. 6576 & Muslim no. 2257).
Hendaklah melazimi ahlul sunnah dan hal itu walau seorang maka seorang muslim tetap dikira bersama dengan jamaah ahlul sunnah apabila di sekellilingnya dipenuhi ahlul bid’ah. Ini berhujah kepada hadith baginda yang diriwayatkan oleh Ibn Umar ra yang bermaksud “Akan datang kepada umatku perkara seperti yang pernah menimpa kaum bani Israel , selangkah demi selangkah sehingga akan berlaku dikalangan mereka yang berzina dengan ibunya secara terang-terangan. Sehingga ada umatku akan melakukan sedemikian. Sesungguhnya umat bani Israel berpecah kepada 72 golongan dan akan berpecah umatku kepada 73 golongan dan kesemuanya di neraka kecuali satu golongan. Maka bertanyalah para sahabat ra kepada baginda akan siapakah golongan yang satu itu wahai rasulullah ? Maka jawab baginda “ Golongan yang aku berada di dalamnya dan para sahabatku .” (Hadith Hasan, riwayat Tirmidzi no.26 Jilid 5, Hakim no.218 Jilid 1).
Golongan yang beradanya rasulullah dan para sahabat maka ini disebut oleh baginda dengan istilah al-jamaah iaitu satu kumpulan selamat dan mereka ini iaitu sahabat kemudiannya mewariskan pemahaman dan keimanan serta ilmu dan manhaj kebenaran yang diwarisi oleh nabi itu kepada golongan selepas mereka iaitu tabien dan selepas itu kepada golongan selepas mereka iaitu tabi tabien maka inilah yang disebut sebagai sebaik-baik zaman dan kurun seperti sabda baginda salallahualaihiwasalam melalui riwayat Aisyah ra : “Sebaik-baik kurun manusia ialah kurun aku berada di dalamnya dan kemudian kurun kedua (Sahabat) dan kurun ketiga (Tabi’ien). “ (Sahih Muslim no 1965 Jilid 2, Abu Daud 44 Jilid 5).
Mereka inilah salaf soleh yang manhaj dan kehidupan agama mereka perlu dan wajib diikuti dan dituruti sebagai mengambil jalan selamat menuju Allah dan menjauhi kemungkaran dan bid’ah serta penyelewengan.
Ubay bin Ka'ab berkata : 'Sesungguhnya sederhana di jalan ini dan (di atas) sunnah itu lebih baik daripada bersungguh-sungguh tetapi dalam menentang jalan ini dan bercanggah dengan sunnah.
Maka lihatlah amalan kalian jika dalam keadaan bersungguh-sungguh atau sederhana hendaknya di atas manhaj (cara pemahaman dan pengamalan) para Nabi dan sunnah mereka.'
Diriwayatkan dalam sebuah perjalanan, orang-orang Khawarij bertemu dengan Abdullah bin Khabbab ra maka mereka berkata : "Apakah engkau pernah mendengar dari ayahmu sebuah hadits yang dia mendengarnya dari Rasulullah?" Beliau menjawab : "Ya, aku mendengar ayahku berkata : “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berbicara tentang fitnah. Iaitu mereka yang duduk lebih baik daripada yang berdiri dan golongan yang berjalan lebih baik daripada mereka yang berlari. Maka jika engkau mendapati masa seperti itu, jadilah engkau seorang hamba Allah yang terbunuh'." (hadith hasan riwayat Ahmad 5/110, Ath Thabrani nombor 3630, dan hadits ini memiliki beberapa syawahid).
Diriwayatkan dalam sebuah perjalanan, orang-orang Khawarij bertemu dengan Abdullah bin Khabbab ra maka mereka berkata : "Apakah engkau pernah mendengar dari ayahmu sebuah hadits yang dia mendengarnya dari Rasulullah?" Beliau menjawab : "Ya, aku mendengar ayahku berkata : “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berbicara tentang fitnah. Iaitu mereka yang duduk lebih baik daripada yang berdiri dan golongan yang berjalan lebih baik daripada mereka yang berlari. Maka jika engkau mendapati masa seperti itu, jadilah engkau seorang hamba Allah yang terbunuh'." (hadith hasan riwayat Ahmad 5/110, Ath Thabrani nombor 3630, dan hadits ini memiliki beberapa syawahid).
Dari Mughirah ibn Syu’bah ra bahawa baginda rasulullah bersabda : “Tidaklah akan hilang segolongan dari umat aku mereka yang zahir di atas kebenaran sehinggalah datang ketentuan Allah ke atas mereka dan mereka tetap dalam kebenaran” (hadith sahih riwayat Bukhari no. 3640 dan Muslim no. 1921).
Berkatalah Imam Bukhari pada hadith ini bahawa golongan ini ialah para ahlul hadith dan golongan ulama’ yang kekal berada di jalan sunnah. Moga Allah jadikan kita bersama mereka dna bukan bersama golongan pembuat dan pendokong hadith palsu, dhaif, mungkar dan pembuat bid’ah dan ahlul hawa dan mereka yang berjuang Islam menurut fikrah ciptaan manusia.
No comments:
Post a Comment