Penggalian maklumat mengenai amalan sufi dan latar belakangnya sangatlah memeningkan kerana sehingga tokoh-tokoh sufi sendiri pun berbeza pendapat dan mempunyai pandangan sendiri-sendiri lantaran ilham dan waham masing-masing mengenai asal usul ajaran sufi.
Menurut beberapa sumber mengatakan Basrah, sebuah kota di Iraq (boleh rujuk filem P. Ramlee dalam cerita Ahmad Albab apabila awal-awal filem itu mengisahkan perbualan seorang yang bertanya kepada kawannya dari mana ente ? Ana dari Basrahlah sebelum menceritakan Kisah Mas’ud Al-Buaya yang berada dalam kalbun Malami), merupakan tempat kelahiran pertama bagi Tasawuf dan Sufi.
Dimulai pada masa tabi’en sebahagian dari ahli ibadah Basrah mulai berlebihan dalam beribadah, zuhud dan wara’ terhadap dunia (dengan cara yang belum pernah dicontohkan oleh Rasulullah salallahulaihiwasalam, sehingga disebutkan antara sifat mereka ialah suka memilih untuk mengenakan pakaian yang terbuat dari bulu domba (Shuuf/صُوْف). Kemudian dari kerana terkenalnya mereka dengan pemakaian sebegitu maka disebut sebagai asal usul mula digelar sufi dan bermacam-macam lagi cerita mengenai asal usul mereka.
Para ulama Basrah yang mendapati kemunculan puak sufi tidaklah tinggal diam. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Asy Syeikh - Al Ashbahani rahimahullah dengan sanadnya dari Muhammad bin Sirin rahimahullah bahawasanya telah sampai kepadanya berita tentang orang-orang yang mengutamakan pakaian yang terbuat dari bulu domba, maka beliau pun berkata: “Sesungguhnya ada orang-orang yang mengutamakan pakaian yang terbuat dari bulu domba dengan alasan untuk meneladani Al Masih bin Maryam ! Maka sesungguhnya petunjuk Nabi kita lebih kita cintai (dari/dibanding petunjuk Al Masih), baginda salallahulaihiwasalam biasa mengenakan pakaian yang terbuat dari bahan kapas dan yang selainnya.” (Diringkas dari Majmu’ Fatawa, karya Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah Juz 11, hal. 6,16 ).
Puak Sufi Melakukan dusta apabila mendakwa rasulullah ialah pengasas dan membawa ajaran sufi ini apabila Ibnu ‘Ajibah seorang Sufi Fathimi, mengatakan “Jibril pertama kali turun kepada Rasulullah salallahulaihiwasalam dengan membawa ilmu syariat, dan ketika ilmu itu telah mantap, maka turunlah Jibrail untuk kedua kalinya dengan membawa ilmu hakikat. Baginda salallahulaihiwasalam pun mengajarkan ilmu hakikat ini kepada orang-orang yang khusus sahaja dan yang pertama kali menyampaikan tasawuf adalah Ali bin Abi Thalib ra kemudian kepada Al Hasan Al Bashri ra yang menimba ilmu darinya.” (Iqazhul Himam Fi Syarhil Hikam, hal.5 dinukil dari At Tashawwuf Min Shuwaril Jahiliyah, hal. 8).
Syeikh Muhammad Aman Al Jami ra berkata: “Perkataan Ibnu ‘Ajibah ini merupakan tuduhan keji lagi lancang terhadap Rasulullah, dia menuduh dengan kedustaan bahawa baginda menyembunyikan kebenaran. Dan tidaklah seseorang menuduh Nabi dengan tuduhan tersebut, kecuali seorang zindiq yang keluar dari Islam dan berusaha untuk memalingkan manusia dari Islam jika dia mampu, kerana Allah telah memerintahkan Rasul-Nya untuk menyampaikan kebenaran tersebut dalam firman-Nya “Wahai Rasul sampaikanlah apa yang telah diturunkan kepadamu oleh Rabbmu, dan jika engkau tidak melakukannya, maka (pada hakikatnya) engkau tidak menyampaikan risalah-Nya.” (Al Maidah : 67).
Beliau juga berkata: “Adapun pengkhususan Ahlul Bait dengan sesuatu dari ilmu dan agama, maka ini merupakan pemikiran yang diwarisi oleh orang-orang Sufi dari pemimpin-pemimpin mereka (Syi’ah).
Dan benar-benar Ali bin Abi Thalib ra sendiri yang membantahnya, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al Imam Muslim ra dari hadits Abu Thufail Amir bin Watsilah Radiyallahu ‘anhu dia berkata: “Suatu saat aku pernah berada di sisi Ali bin Abi Thalib ra, maka datanglah seorang laki-laki seraya berkata: “Apa yang pernah dirahsiakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam kepadamu?” Maka Ali pun marah lalu mengatakan: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam belum pernah merahasiakan sesuatu kepadaku yang tidak disampaikan kepada manusia ! Hanya saja beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam pernah memberitahukan kepadaku tentang empat perkara.
Abu Thufail Radiyallahu ‘anhu berkata: “Apa empat perkara itu wahai Amirul Mukminin ?” Beliau menjawab: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “ Allah melaknat seorang yang melaknat kedua orang tuanya, Allah melaknat seorang yang menyembelih untuk selain Allah, Allah melaknat seorang yang melindungi pelaku kejahatan, dan Allah melaknat seorang yang mengubah tanda batas tanah.” (At Tashawwuf Min Shuwaril Jahiliyyah, hal. 7-8).
Sebagaimana dalam riwayat Abu Dzar ra yang berkata : Rasulullah salallahualaihiwasalam bersabda : “Tidaklah tertinggal sesuatu yang dapat mendekatkan ke Syurga dan menjauhkan dari Neraka kecuali telah diterangkan pada kalian.” Juga disebut oleh Abu Zar ra akan katanya “ Rasulullah meninggalkan kami dalam keadaan tidak ada seekor burung pun yang mengepak-ngepakkan kedua sayapnya di udara kecuali beliau menyebutkan ilmunya pada kami.” (Hadith Sahih riwayat Thabrani dalam Mu’jamul Kabir, lihat As Sahihah oleh Syeikh Albani ra 416 Jilid 4 dan hadith ini memiliki pendukung dari riwayat lain).
Syeikh Ihsan Ilahi Zhahir rahimahullah (ulama yang dibunuh oleh puak syiah) berkata: “Tatkala kita telusuri ajaran Sufi periode pertama dan terakhir, dan juga perkataan-perkataan mereka baik yang keluar dari lisan atau pun yang terdapat di dalam buku-buku terdahulu dan terkini mereka, maka sangat berbeza dengan ajaran Al Qur’an dan As Sunnah. Dan kita tidak pernah melihat asal usul ajaran Sufi ini di dalam sejarah pemimpin umat manusia Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam , dan juga dalam sejarah para sahabatnya yang mulia, serta makhluk-makhluk pilihan Allah Ta’ala di alam semesta ini. Bahkan sebaliknya, kita melihat bahwa ajaran Sufi ini diambil dan diwarisi dari kerahiban Nasrani, Brahma Hindu, ibadah Yahudi dan zuhud Buddha” (At Tashawwuf Al Mansya’ Wal Mashadir, hal. 28).
Syeikh Abdurrahman Al Wakil rahimahullah berkata: “Sesungguhnya Tasawuf merupakan tipu daya syaitan yang paling tercela lagi hina, untuk menggiring hamba-hamba Allah Ta’ala di dalam memerangi Allah Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wassalam. Sesungguhnya ia (Tasawuf) merupakan topeng bagi Majusi agar tampak sebagai seorang Rabbani, bahkan ia sebagai topeng bagi setiap musuh (Sufi) di dalam memerangi agama yang benar ini. Periksalah ajarannya ! niscaya engkau akan mendapati padanya ajaran Brahma (Hindu), Buddha, Zaradisytiyyah, Manawiyyah, Dishaniyyah, Aplatoniyyah, Ghanushiyyah, Yahudi, Nashrani, dan Berhalaisme Jahiliyyah.” (Muqaddimah kitab Mashra’ut Tashawwuf, hal. 19).
Al Hallaj seorang tokoh sufi, berkata : “Kemudian Dia (Allah) menampakkan diri kepada makhluk-Nya dalam bentuk orang makan dan minum.” (Dinukil dari Firaq Mua’shirah, karya Dr. Ghalib bin Ali Iwaji, juz 2 hal.600).
Padahal Allah telah berfirman : “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Asy Syuura : 11).
“Berkatalah Musa : “Wahai Rabbku nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat-Mu.” Allah berfirman : “Kamu sekali-kali tidak akan sanggup melihat-Ku (di dunia)” (Al A’raaf : 143).
Ibnu ‘Arabi, tokoh sufi lainnya, berkata : “Sesungguhnya seseorang ketika menyetubuhi isterinya tidak lain (ketika itu) dia menyetubuhi Allah !” (Fushushul Hikam). Ibnu ‘Arabi juga berkata : “Maka Allah memujiku dan aku pun memuji-Nya, dan Dia menyembahku dan aku pun menyembah-Nya.” (Al Futuhat Al Makkiyyah).
Padahal Allah Ta’ala telah berfirman : “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (Adz Dzariyat : 56).
“Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Allah Yang Maha Pemurah dalam keadaan sebagai hamba.” (Maryam : 93).
Golongan sufi juga melakukan kejahatan membahagikan ilmu agama menjadi Syari’at dan Hakikat, yang mana bila seseorang telah sampai pada tingkatan hakikat berarti dia telah mencapai martabat keyakinan yang tinggi kepada Allah Ta’ala, oleh karena itu gugurlah baginya segala kewajiban dan larangan dalam agama ini.
Ibnu Arabi berkata: “Tuhan itu memang benar ada dan hamba itu juga benar ada Wahai kalau demikian siapa yang di bebani syariat? Bila engkau katakan yang ada ini adalah hamba, maka hamba itu mati atau (bila) engkau katakan yang ada ini adalah Tuhan lalu mana mungkin Dia dibebani syariat?” (Fushulul Hikam hal. 90).
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata : “Tidak diragukan lagi oleh ahlul ilmi dan iman bahawasanya perkataan tersebut termasuk sebesar-besar kekafiran dan yang paling berat. Ia lebih jahat dari perkataan Yahudi dan Nashrani, karena Yahudi dan Nashrani beriman dengan sebahagian dari isi Al Kitab dan kafir dengan sebahagiannya, sedangkan mereka adalah orang-orang kafir yang sesungguhnya” (Majmu’ Fatawa, juz 11 hal. 401).
Keyakinan bahwa orang-orang Sufi mempunyai ilmu Kasyaf (dapat menyingkap hal-hal yang tersembunyi) dan ilmu ghaib merupakan kebathilan dan kejahilan serta dosa. Ibnu Arabi berkata: “Ulama syariat mengambil ilmu mereka dari generasi terdahulu sampai hari kimat. Semakin hari ilmu mereka semakin jauh dari nasab. Para wali mengambil ilmu mereka langsung dari Allah yang dihujamkan ke dalam dada-dada mereka.” (Rasa’il Ibnu Arabi hal. 4).
Berkata Al Junaidi: “Saya anjurkan kepada kaum sufi supaya tidak membaca dan tidak menulis, kerana dengan begitu dia bisa lebih memusatkan hatinya. (Quutul Qulub 3/135).
Abu Sulaiman Ad Daraani berkata: “Jika seseorang menuntut ilmu hadits atau bersafar mencari nafkah atau menikah bererti dia telah condong kepada dunia”. (Al Futuhaat Al Makiyah 1/37)
Allah Ta’ala telah dustakan mereka dalam firman-Nya: “Katakanlah tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui hal-hal yang ghaib kecuali Allah.” (An Naml : 65).
Ketaatan kepada rasulullah itu dijelaskan dalam Al-Qur’an dan mentaati rasul bererti menuruti pertunjuk sunnahnya. Ini kerana baginda pernah menyebut baginda salallahualaihiwasalam menyebut seperti dalam riwayat Abu Hurairah dengan sabdanya : “ Setiap Ummatku akan masuk syurga melainkan mereka yang engkar, maka sahabat bertanya, siapakah yang ingkar itu wahai rasulullah ? Siapa yang mentaati aku maka dia akan masuk syurga dan siapa yang menderhakai aku maka dialah golongan yang engkar.” (Hadith Sahih riwayat Bukhari no. 728).
Dalam hadith yang lain baginda salallahualaihiwasalam pernah menyebut : “ Barangsiapa yang membenci sunnahku maka dia bukanlah dari golonganku (ummatku).” (Hadith Sahih Bukhari, Bab Nikah, no.1). Dari Sufyan As-Sauri berkata “ Tidak diterima perkataan melainkan dengan amal dan tidak diterima amal dan perkataan melainkan dengan niat (ikhlas) dan tidak bermanfaat perkataan, amal dan niat ikhlas melainkan dengan menepati Sunnah”.
Bersambung….
p/s :
Jauhilah fahaman sufi dan ikutilah sunnah nabi walaupun dituduh sebagai wahabi.
1 comment:
saya justru lebih mengenal Islam yang damai dan ghirah beribadah setelah belajar islam melalui jalan thariqah, alias sufi...apa yang Anda sampaikan jauh dari kenyataan, karena Islam itu sangat luas, sedangkan akal pikiran manusia sangat terbatas. Kitab dan buku yang Anda baca seharusnya menggugah hati dan nurani Anda...bertanyalah kepada orangnya langsung dan berdiskusilah...jangan menjadi muslim yang seperti katak dalam tempurung. Ilmu thariqat di negeri2 eropa dan amerika banyak membawa kebaikan, dibanding islam2 fundamental...karena di dalam ajaran thariqah, kita ditunjukkan makna cinta, sebagaimana cinta Allah kpd Rasulullah, dan cinta Rasulullah saw kepada ummatnya. Datanglah kemari, saudaraku...
Post a Comment