Wednesday, September 21, 2005

Menolak Golongan Anti- Hadith (Golongan Bacaan, Ahlu Qur’an yang menolak berpegang kepada sunnah rasulullah)


Pada hari ini wujud pihak yang menolak berpegang kepada sunnah kerana dengan kejahilan mereka maka mereka mendakwa wujudnya hadith yang bertentangan dengan Al-Qur’an sedangkan hal itu ialah sangat mustahil berlaku jika hadith itu sahih dan pasti berlaku jika hadith itu ialah dusta dan direka oleh guru-guru agama.

Pertentangan Hadith dengan Al-Qur’an

Ulama Syam, muhadith abad ini Syeikh Muhammad Nashiruddin Al Bani ra ketika ditanya: "Ada sebahagian orang yang berkata bahawa apabila terdapat sebuah hadits yang bertentangan dengan ayat Al-Qur'an maka hadits tersebut harus kita tolak walaupun darjatnya sahih. Mereka mencontohkan sebuah hadits: "Sesungguhnya mayat akan disiksa disebabkan oleh tangisan dari keluarganya."

Mereka berkata bahawa hadits tersebut ditolak oleh Aisyah Radliyallahu 'anha dengan sebuah ayat dalam Al-Qur'an di surah Fathir ayat 18 : "Seseorang tidak akan memikul dosa orang lain."

Bagaimana kita membantah pendapat mereka ini ?

Jawapan:

Mengatakan ada hadits sahih yang bertentangan dengan Al-Qur'an adalah kesalahan yang sangat jelas silapnya . Sebab tidak mungkin Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam yang diutus oleh Allah memberikan keterangan yang bertentangan dengan keterangan Allah yang mengutus beliau (bahkan sangat tidak mungkin hal itu terjadi).

Dari segi riwayat dan sanad, hadits di atas sudah tidak dipertikaikan lagi kesahihannya. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Umar ra dari Umar bin Khattab ra dan Mughirah bin Syu'bah, yang terdapat dalam kitab hadits sahih (Bukhari dan Muslim).

Adapun dari segi tafsir, hadits tersebut sudah ditafsirkan oleh para ulama dengan dua tafsiran sebagai berikut :

1. Hadits tersebut berlaku bagi mayat yang ketika hidupnya dia mengetahui bahwa keluarganya (anak dan isterinya) pasti akan meronta-ronta menangis meraung (niyahah) apabila dia mati.
Kemudian dia tidak mahu menasihati keluarganya dan tidak berwasiat agar mereka tidak menangisi kematiannya. Orang seperti inilah yang mayatnya akan disiksa apabila ditangisi oleh keluarganya.

Adapun orang yang sudah menasihati keluarganya dan berpesan agar tidak berbuat niyahah, tapi kemudian ketika dia mati maka keluarganya masih tetap meratapi dan menangisinya (dengan berlebihan), maka orang-orang seperti ini tidak terkena ancaman dari hadits tadi.
Dalam hadits tersebut, kata al-mayyit menggunakan hurul alif lam (isim ma'rifat) yang dalam kaedah bahasa Arab kalau ada isim (kata benda) yang di bagian depannya memakai huruf alif lam, maka benda tersebut tidak bersifat umum (bukan arti dari benda yang dimaksud).

Oleh karena itu, kata "mayit" dalam hadits di atas adalah tidak semua mayat, tapi mayat tertentu (khusus).

Iaitu mayit orang yang sewaktu hidupnya tidak mahu memberi nasihat kepada keluarganya tentang haramnya niyahah (meronta meraung menangis) .

Demikianlah, ketika kita memahami tafsir hadits di atas, maka kinijelaslah bagi kita bahwa hadits sahih tersebut tidak bertentangan dengan bunyi ayat: "Seseorang tidak akan memikul dosa orang lain."

Kerana pada hakikatnya siksaan yang diterima olehnya adalah akibatkesalahan dan dosanya dia sendiri iaitu tidak mahu dan gagal menasihati dan berdakwah kepada keluarga.

“ Wahai orang-orang yang beriman peliharalah diri kamu dan keluarga kamu dari apa api neraka…” (At-Tahrim : 6).

Inilah penafsiran dari para ulama terkenal, di antaranya ialah Imam An-Nawawi ra.

2. Adapun tafsiran kedua adalah tafsiran yang dikemukakan oleh SyaikhulIslam Ibnu Taimiyah Rahimahullah di beberapa tulisan beliau bahawa yang dimaksud dengan azab (siksaan) dalam hadits tersebut adalah bukan azab kubur atau azab akhirat melainkan hanyalah rasa sedih dan duka cita. Iaitu rasa sedih dan duka ketika mayit tersebut mendengar ratapan tangis dari keluarganya.

Tapi menurut saya (Syaikh Al-Albani), tafsiran seperti itu bertentangandengan beberapa dalil. Di antaranya ialah adanya hadits sahih riwayat Mughirah bin Syu'bah ra bahawa baginda rasulullah menyebut: "Sesungguhnya mayat itu akan disiksa pada hari kiamat disebabkan tangisan dari keluarganya."

Jadi menurut hadits ini, siksaan tersebut bukan di alam kubur tapi diakhirat, dan siksaan di akhirat maksudnya adalah siksaan neraka, kecuali apabila dia diampuni oleh Allah, kerana semua dosa pasti ada kemungkinan diampuni oleh Allah kecuali dosa syirik.

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa-dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya." (An-Nisa' : 48).

Banyak hadits-hadits sahih dan beberapa ayat Al-Qur'an yang mengatakan bahwa seorang telah mati itu tidak akan mendengar suara orang yang masih hidup kecuali saat tertentu saja.

Di antaranya (saat-saat tertentu itu) adalah hadits riwayat Bukhari dari sahabat Anas bin Malik Radliyallahu 'anhu : "Sesungguhnya seorang hamba yang meninggal dan baru saja dikuburkan,dia akan mendengar bunyi terompah (sandal) yang dipakai oleh orang-orang yang mengantarnya ketika mereka sedang berangkat pulang, sampai datang kepadanya dua malaikat."

Bilakah seorang mayat itu dapat mendengar suara sandal orang yang masih hidup? Hadits tersebut menegaskan bahwa mayat tersebut hanya boleh mendengar suara sandal ketika dia baru saja dikuburkan, iaitu ketika ruhnya baru sahaja dikembalikan ke badannya dan dia didudukkan oleh dua malaikat. Jadi, tidak setiap hari mayat itu mendengar suara sandal orang-orang yang lalu lalang di atas kuburannya sampai hari kiamat.

Sama sekali tidak !

Seandainya penafsiran Ibnu Taimiyyah di atas benar, bahwa seorang mayit itu boleh mendengar tangisan orang yang masih hidup, bererti mayat tersebut boleh merasakan dan mendengar apa yang terjadi di sekelilingnya, baik ketika dia sedang diusung atau dia dimakamkan, sementara tidak ada satupun dalil yang mendukung pendapat seperti ini.Hadits selanjutnya adalah: "Sesungguhnya Allah mempunyai malaikat-malaikat yang bertugas menjelajah di seluruh permukaan bumi untuk menyampaikan kepadaku salam yang diucapkan oleh umatku."

Seandainya mayat itu boleh mendengar, tentu mayat Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam lebih dimungkinkan untuk mendengar.

Namun Mayat beliau yang jauh lebih mulia dibandingkan mayat siapapun, termasuk mayat para nabi dan rasul tidak dapat mendengar dan terpaksa disampaikan salam melalui malaikat. Seandainya mayat beliau Shalallahu 'alaihi wa sallam mampu mendengar, tentu beliau mendengar salam dari umatnya yang ditujukan kepada beliau dan tidak perlu ada malaikat-malaikat khusus yang ditugasi oleh Allah untuk menyampaikan salam yang ditujukan kepada beliau.

Dari sini kita dapat mengetahui betapa salah dan sesatnya orang yangber-istighatsah (minta pertolongan) kepada orang yang sudah meninggal dunia, siapapun dia. Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang paling mulia di sisi Allah dan beliau tidak mampu mendengar suara orang yang masih hidup, apalagi manusia selain beliau. Hal ini secara tegas diterangkan oleh Allah dalam Al-Qur'an surat Al-A'raf ayat 194: "Sesungguhnya yang kalian seru selain Allah adalah hamba juga seperti kalian."

Juga di dalam surat Fathir ayat 14 :"Jika kalian berdo'a kepada mereka, maka mereka tidak akan mendengar do'a kalian."

Demikianlah, secara umum mayat yang ada di dalam kubur tidak mampu mendengar apa-apa kecuali saat-saat tertentu saja. Sebagaimana yang sudah diterangkan dalam beberapa ayat dan hadits di atas.

(Dikutip dari "Kaifa yajibu 'alaina annufasirral qur'anil karim" oleh Syeikh Al Albani ra , "Tanya Jawab dalam Memahami Isi Al-Qur'an").

Penjelasan Ustaz emran :

Permasalahan golongan anti hadith yang tidak menerima sunnah rasulullah maka mereka akan tetap mengatakan bahawa para ulama Islam berusaha keras melindungi hadith yang sahih dan sunnah dengan sedaya upaya mereka serta mengadakan pelbagai tafsiran bagi menyelamatkan hadith dari dituduh bertentangan dengan Al-Qur’an.

“Dan tidaklah dia (Muhammad) berkata menurut hawa nafsunya tetapi ialah dengan apa yang diwahyukan kepadanya” (An-Najm : 3).

Memanglah kami demikian bagi yang mencintai sunnah rasulullah maka kami akan membela sunnah dari dicemari dan dituduh dengan kejahilan.

Penjelasan mayat yang disiksa di hari akhirat kerana tangisan keluarganya maka dimaksudkan tangisan itu bukanlah sebarang tangisan sebaliknya ialah tangisan meraung meronta-ronta seperti adat jahiliyyah dengan menarik-narik rambut dan enggan menerima takdir Allah.

“Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah dan tidaklah yang berputus asa dari rahmat Allah melainkan mereka yang kafir” (Yusof : 87).

Perbuatan ini sudah membawa kesyirikkan dan menolak takdir Allah dan penolakan serta perbuatan menentang dan enggan menerima qadha qadar Allah bererti mengundang dosa dan seseorang itu akan menerima balasan dari perbuatan keluarganya kerana kegagalannya menasihati mereka dari melakukan kemaksiatan tersebut.

“ Wahai orang-orang yang beriman peliharalah diri kamu dan keluarga kamu dari apa api neraka…” (At-Tahrim : 6).

Sabda baginda rasulullah : “ Setiap dari kamu merupakan pemimpin dan setiap dari kamu akan ditanyai mengenai apa yang kamu pimpin” (hadith sahih riwayat Bukhari no. 893 dan Muslim no. 1829).

Maka lantaran mayat itu bertanggungjawab atas keluarganya dan dia gagal memberi mereka wasiat dan nasihat serta bimbingan maka terpaksalah dia menanggung derita atas dosa mereka.

“Ditetapkan kepada kamu bagi yang hampir mati dikalangan kamu untuk meninggalkan kebaikan wasiat kepada kedua orang ibu bapa dan kaum kerabat secara baik sebagai suatu kewajipan ke atas orang yang bertaqwa” (Al-baqarah : 180).

Walaupun ayat di atas menyebut tentang wasiat harta namun secara umum juga bermaksud pesanan dan nasihat pertunjuk kebaikan dan apakah lagi yang lebih baik selain nasihat pada kebaikan agama ?

No comments: